Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Selamat Datang di Blog KUA Kec Sembalun, Nikah di KUA GRATIS, di luar KUA membayar Rp 600.000,-, disetorkan langsung ke Bank Menggunakan Kode Billing PNBP NR, Zona Integritas KUA, tolak Gratifikasi, Korupsi dan Pungli, Laporkan jika terbukti !

Harta Bersama Akibat Perceraian Bagi Istri Pekerja ditinjau dari Teori Keadilan John Rawls


 

Sembalun-(KUA) Hakim dalam Mengambil Keputusan Terkait Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian Bagi Istri Pekerja ditinjau dari Teori Keadilan John Rawls. Semua lembaga peradilan yang ada di Negara ini, harus menerapkan konsep keadilan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku yaitu ketentuan pasal 5 ayat 1 undang-undang Nomor 48 tahun 2009 mengenai kekuasaan kehakiman.[1] Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa seorang Hakim dan Hakim Konstitusi diharuskan untuk menggali, mengikuti, memahami nilai-nilai hukum, dan juga rasa keadilan yang ada pada masyarakat.

Dalam menjatuhkan suatu putusan, seorang Hakim diharuskan untuk memberikan keadilan yang sesuai dengan apa yang telah para pihak berikan dalam proses persidangan. Apabila dalam persidangan tersebut pihak penggugat dapat membuktikan gugatannya, maka Hakim berhak mengabulkan gugatan tersebut, dan sebaliknya apabila gugatan tersebut tidak dapat dibuktikan dan tergugat dapat membuktikan bantahannya, maka Hakim berhak menolak gugatan yang diajukan oleh penggugat.

Pada dasarnya, bentuk keadilan yang harus diberikan oleh seorang Hakim dalam menjatuhkan suatu putusan adalah keadilan yang sesuai atau proporsioal. Bagi seorang Hakim dalam menjatuhkan putusan suatu perkara terutama yang dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan hukum hanya sebuah alat, sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya. Fakta  ditemukan dari pembuktian suatu peristiwa dengan mendengarkan keterangan para saksi dan para ahli. Oleh karenanya, untuk bisa menemukan suatu fakta dan mengetahui peristiwa yang sebenarnya, maka dapat diketahui dari pernyataan yang diutarakan oleh Penggugat-Pembanding dan Tergugat-Terbanding di persidangan.

Dalam putusan Hakim Nomor 912/Pdt.G/2023/PA.Mr tersebut hakim memutuskan bahwa:

·         Menetapkan secara hukum bagian atas harta bersama Penggugat  dan Tergugat  sebagaimana petitum angka  2  (dua), Penggugat mendapat bagian sebesar  40 %  dan Tergugat  mendapat bagian sebesar 60 %  dari seluruh  obyek harta bersama

Alasan atau pertimbangan hakim bahwa Pasal 80 ayat 2 dan ayat 4 huruf (a) Kompilsi Hukum Islam menegaskan bahwa suami (Penggugat) wajib menanggung nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri (Tergugat), sedangkan seorang istri bekerja dalam rumah tangga sifatnya hanya meringankan beban suami, bukan sebagai tulang punggung untuk memenuhi kelangsungan hidup berumah tangga, karenanya objek sengketa yang diperoleh selama perkawinan Penggugat dengan Tergugat selama ini lebih dominan kontribusi penghasilan  dari Tergugat dan bantuan dari orang tua tergugat dan khususnya motor Honda beat yang dibeli tahun 2013 ada kontribusi dari anaknya bernama Rahayu dengan demikian tidak sepantasnya harta yang didapat selama perkawinan dibagi sama rata antara Penggugat dengan Tergugat;

Majelis juga mempertimbangkan bahwa pembagian harta bersama secara adil, yaitu separuh bagi suami dan separuh bagi istri, sesuai dengan prinsip keadilan. Penggugat dan Tergugat, sebagai pasangan suami istri, dipandang sebagai mitra yang saling melengkapi. Kedua belah pihak berkontribusi dalam memelihara kesatuan dan kelangsungan hidup keluarga,  dan tergugat dalam jawaban atas gugatan Penggugat  menyampaikan jawaban  setelah perceraian Penggugat tidak pernah lagi datang kepada Tergugat, bahkan yang sangat disesalkan adalah Penggugat membiarkan dan menelantarkan (tidak pernah menafkahi, dan tidak pernah memberi biaya kesehatan dan biaya pendidikan) kepada anaknya yang masih di bawah umur yang saat ini dalam asuhan Tergugat, sehingga Tergugatlah yang selama ini berjuang untuk kehidupan anak-anak antara Penggugat dan Tergugat “, dimana jawaban tersebut tidak dibantah oleh Penggugat dalam repliknya.

John Rawls dalam teorinya tentang keadilan mengemukakan beberapa poin penting yang harus dipertimbangkan agar setiap individu dapat mencapai keadilan. Salah satu cara untuk mencapai keadilan adalah dengan memperhatikan posisi asal atau posisi original. Posisi asal merujuk pada situasi atau posisi awal yang sama bagi semua anggota masyarakat, di mana tidak ada perbedaan yang memberikan keunggulan atau kerugian tertentu kepada individu tertentu. Dalam posisi asal, individu dapat mencapai kesepakatan secara adil dengan individu lainnya, dengan mempertimbangkan rasionalitas, kebebasan, dan kesetaraan sebagai prinsip dasar yang mengatur struktur masyarakat.

Dengan menerapkan posisi asali, akan terwujud konsep keadilan yang dikenal sebagai "justice as fairness". Justice as fairness adalah gagasan bahwa keadilan mengharuskan distribusi nilai-nilai sosial dalam masyarakat secara adil, sehingga memberikan keuntungan bagi semua individu dan didasarkan pada kesepakatan yang dihasilkan dari musyawarah di antara mereka.

Dalam teori keadilan John Rawls, ada konsep yang dikenal sebagai "selubung ketidaktahuan" (veil of ignorance). Selubung ketidaktahuan menggambarkan kondisi di mana individu-individu berada dalam keadaan tidak mengetahui posisi, kekayaan, atau atribut pribadi mereka sendiri atau orang lain. Dalam kondisi ini, setiap orang bersifat netral dan tidak memihak karena tidak mengetahui bagaimana keadaan tersebut akan memengaruhi mereka secara pribadi. Dengan demikian, keadilan dapat dicapai dengan cara mengabaikan perbedaan-perbedaan yang tidak adil atau priviledge yang dimiliki individu tertentu, dan memastikan bahwa kebijakan atau aturan yang diterapkan menguntungkan semua orang secara adil.

Dalam teori keadilan John Rawls, terdapat prinsip-prinsip yang menjadi dasar untuk mencapai keadilan yang ideal. Prinsip-prinsip tersebut termasuk prinsip kebebasan yang sama, prinsip perbedaan, dan prinsip persamaan atas kesempatan. Prinsip kebebasan yang sama menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama terhadap kebebasan politik dasar. Prinsip perbedaan menekankan bahwa ketidaksetaraan dalam masyarakat harus diatur untuk menguntungkan yang paling tidak beruntung. Sementara itu, prinsip persamaan atas kesempatan menegaskan bahwa setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama untuk maju dalam kehidupan.

Dalam menerapkan prinsip-prinsip ini, Rawls menekankan prioritas tertentu. Prinsip kebebasan yang sama harus didahulukan sebelum prinsip perbedaan dan prinsip persamaan atas kesempatan. Selanjutnya, prinsip persamaan atas kesempatan harus diterapkan sebelum prinsip perbedaan. Dengan pendekatan ini, Rawls berusaha menciptakan struktur masyarakat yang adil dan setara bagi semua individu.

Berdasarkan pengamatan dari penulis terhadap teori keadilan John Rawls yang digunakan untuk menganalisis putusan Nomor 912/Pdt.G/2023/PA.Mr ditemukan 3 poin penting, yaitu:

1)      Posisi Asali dan Justice As Fairness

`         Dalam posisi asali, setiap individu ditempatkan pada tingkat yang sama, tanpa memperhitungkan perbedaan status, kasta, atau ras. Meskipun situasi seseorang dapat berubah, prinsip ini menjamin bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama. Dalam teori keadilan, John Rawls menegaskan bahwa semua individu diperlakukan dengan persamaan, tanpa ada yang dianggap lebih unggul atau lebih rendah dalam struktur masyarakat.

 Dari fakta yang terungkap dalam putusan tersebut, terlihat bahwa majelis hakim tidak membuat perbedaan antara jenis kelamin dalam penentuan keputusan. Penentuan tidak didasarkan semata-mata pada anggapan bahwa suami adalah kepala rumah tangga, tetapi dipertimbangkan sejauh mana kontribusi setiap individu dalam menciptakan harta bersama. Bukti yang muncul dalam putusan menunjukkan bahwa kontribusi dan kepemilikan perempuan lebih signifikan daripada laki-laki, meskipun secara tradisional diharapkan bahwa laki-laki yang bertanggung jawab atas pencarian nafkah. Namun, hakim tidak memberikan keputusan yang menguntungkan laki-laki secara lebih besar, karena pada kenyataannya, tanah, bangunan, dan aset-aset tersebut memiliki kontribusi lebih besar dari pihak istri.

Dengan menerapkan posisi asali secara benar, konsep keadilan sebagai fairness akan terwujud. Keadilan sebagai fairness ini mengarahkan individu untuk mendistribusikan nilai-nilai sosial secara adil. Distribusi yang adil ini akan memberikan keuntungan bagi semua individu, karena didasarkan pada kesepakatan yang dilakukan oleh masyarakat secara keseluruhan.

Bagi seorang hakim yang memiliki tingkat keadilan yang tinggi, hal ini akan menjadi penentu apakah putusannya dapat menerapkan keadilan dengan baik atau tidak. Semakin tinggi tingkat kepekaan terhadap distribusi keadilan, semakin besar pula peran sosial dalam menciptakan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat.

2)      Prinsip Kebebasan yang Sama dan Prinsip Persamaan Kesempatan

Semua individu memiliki hak yang sama terhadap kebebasan dasar, dan kebebasan tersebut harus sesuai dengan kebebasan individu lainnya.[5kebebasan yang sebesar-besarnya mencakup beberapa hal di antaranya yaitu:

Berdasarkan Pasal 1 (1) Undang-Undang No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Bantuan Hukum merujuk pada jasa hukum yang disediakan secara cuma-cuma oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum, di sisi lain, merupakan individu atau kelompok individu yang tergolong miskin dan tidak mampu memenuhi hak dasarnya dengan layak dan mandiri, serta mengalami masalah hukum.[6] Sedangkan Menurut SEMA No 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, penerima bantuan hukum yang berhak mendapatkan layanan dari Pos Bantuan Hukum adalah individu yang tidak mampu membayar jasa seorang pengacara, terutama perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas, sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku (Pasal 27). Bantuan hukum ini mencakup berbagai tindakan, termasuk menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lainnya kepentingan hukum dari penerima bantuan hukum tersebut untuk :

a.       Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;

b.      Mewujudkan hak konstitusional segala warga Negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hokum;

c.       Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Indonesia;

d.      Mewujudkan peradilan yang efektif, efisisen, dan dapat dipertanggungjawabkan.[7]

Menurut Ketentuan Pasal 6 ayat 1 huruf c SK KMA-RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 Sebagai Berikut:

a.       Berhak memperoleh Bantuan Hukum dan Berhak memilih penasehat hukumnya sendiri Masing-masing pihak memilih pengacaranya masing-masing

b.      Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya pada awal pemeriksaan. Pihak tergugat mengetahui apa saja yang disangkakanya kepadanya.

c.       Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya dalam bahasa yang dimengerti olehnya.

d.      Berhak memilih penasehat hukumnya sendiri.

e.       Berhak segera menerima atau menolak putusan.

f.        Mengajukan alat-alat bukti; Para pihak keduanya diberi kesempatan yang sama oleh hakim untuk mengajukan alat bukti. Alat bukti yang dibawa oleh penggugat adalah Surat-surat: 1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk an. Penggugat, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Mojokerto, tanggal 06-11-2012, telah dinazegelen dan telah dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis diberi tanda P.1 ; 2. Fotokopi Akta Cerai an. XXX dengan Istuningati binti Saman Nomor : 1561/AC/2022/PA.Mr, yang dikeluarkan oleh Panitera Pengadilan Agama Mojokerto, tanggal 18-07-2022, telah dinazegelen dan telah dicocokkan dengan aslinya, lalu oleh Ketua Majelis diberi tanda P.2 ; 3. Fotokopi Surat Keterangan Nomor : 473/265/416-312.15/2023, yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Bicak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto, tanggal 12 April 2023, telah dinazegelen dan telah dicocokkan dan sesuai dengan aslinya, lalu oleh Ketua Majelis diberi tanda P-3; Bahwa semua alat bukti tertulis tersebut di atas telah dicocokkan dengan aslinya, dan telah bernazegel, oleh karenanya dapat dijadikan alat bukti dipersidangan ; Bahwa terkait dengan bukti Penggugat dan Tergugat mempunyai harta bersama berupa 2 unit sepeda motor merek Honda beat semua bukti kepemilikannya dipegang dan dikuasai oleh tergugat baik STNK dan BPKB nya, Bahwa untuk menguatkan dalil bantahannya dalam gugatan Rekonvensi, Penggugat telah mengajukan bukti berupa : 1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk an. Tergugat, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Mojokerto, tanggal 06-11-2012, telah dinazegelen dan telah dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis diberi tanda T.1 ; 2. Fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor No. 2408019/JT/2010, atas nama XXX yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur, telah dinazegelen dan telah dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis diberi tanda T.2 ; 3. Fotokopi Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor No. H-09042791, yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur, telah dinazegelen dan telah dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis diberi tanda T.3 ; 4. Fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor No. 21134013/JT, atas nama XXX yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur, telah dinazegelen dan telah dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis diberi tanda T.4 ; 5. Foto Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor No. J-01359498, yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur, telah dinazegelen dan telah dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis diberi tanda T.5; 6. Buktikopi Ijazah Sekolah Menengah Atas atas nama XXX, yang dikeluarkan oleh Kepala Sekolah PGRI – 1 Kota Mojokerto , tanggal 26 Mei 2012 dan telah dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis diberi tanda T.6; Bahwa semua alat bukti tertulis tersebut di atas telah dicocokkan dengan aslinya dan telah bernazegelen, oleh karenanya dapat dijadikan alat bukti dipersidangan.

g.      Pihak yang terlibat dalam persidangan memiliki hak untuk mengajukan saksi atau saksi ahli yang dapat memberikan kesaksian yang menguntungkan bagi mereka. Baik penggugat maupun tergugat diberi kesempatan yang sama oleh hakim untuk menghadirkan saksi. Dalam kasus ini, penggugat membawa dua orang saksi, sementara tergugat membawa satu orang saksi. Hal ini mencerminkan prinsip kesetaraan dalam memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk membawa bukti atau kesaksian yang mendukung argumen mereka di persidangan.

Prinsip persamaan makna mengatakan bahwa semua orang dengan keterampilan, kompetensi, dan motivasi yang sama harus memiliki kesempatan yang sama pula. Ini berarti bahwa semua jabatan atau posisi harus tersedia untuk semua golongan, asalkan kesempatan tersebut diberikan secara adil bagi semua golongan masyarakat. Prinsip ini menegaskan bahwa tidak boleh ada diskriminasi atau pembatasan berdasarkan faktor seperti jenis kelamin, etnisitas, atau latar belakang sosial ekonomi dalam penawaran kesempatan.

a.       Berhak memberikan keterangan secara bebas dihadapan hakim.

b.      Berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan dan Berhak segera diadili oleh Pengadilan. Pada putusan ini, penggugat mengajukan perkara 03 April 2023 dan diputus pada 23 Juni 2023.

c.       Berhak memberikan keterangan dihadapan hakim. Para pihak menyampaikan dalil masing-masing bahkan tergugat dapat melakukan gugatan balik terhadap penggugat.

3)      Prinsip Perbedaan

Prinsip perbedaan dalam konteks ini merujuk pada perbedaan sosial dan ekonomi, atau ketidaksamaan dalam akses seseorang terhadap elemen-elemen kesejahteraan dasar, pendapatan, dan otoritas. Prinsip ini mengamanatkan bahwa regulasi harus diatur sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang kurang beruntung atau memiliki peluang yang lebih kecil untuk mencapai kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas yang sama seperti orang lain.[8]

Perbedaan pandangan sosial antara laki-laki dan perempuan tidak boleh menjadi hambatan bagi seseorang dalam mencapai keadilan. Individu yang dianggap kurang beruntung, seperti perempuan, harus mendapatkan perlakuan yang adil dalam pembagian harta. Keterbatasan kekuasaan yang dialami oleh perempuan, sebagaimana yang mungkin juga dialami oleh laki-laki, harus menjadi pertimbangan. Dalam kasus ini, pihak Penggugat, menurut pengakuan dari Tergugat, diabaikan dalam kewajiban terhadap anak-anak mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Tergugat mungkin merasa memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada Penggugat.

Keputusan hakim menolak petitum penggugat rekonvensi untuk pembagian harta bersama secara setengah bagi setengah, dan sebaliknya menetapkan pembagian harta bersama masing-masing, menunjukkan kesadaran atas kesetaraan gender. Dalam pembagian tersebut, hakim memberikan 40% bagi penggugat rekonvensi dan 60% bagi tergugat rekonvensi. Hal ini mengindikasikan bahwa hakim mempertimbangkan kontribusi dan hak setiap pihak secara adil, tanpa memandang gender.

Putusan hakim terkait pembagian harta bersama sesuai dengan teori keadilan, merujuk pada empat poin penting dalam teori John Rawls, terutama posisi asali yang menghasilkan justice as fairness. Dalam putusan ini, hakim tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, melainkan mempertimbangkan kontribusi masing-masing dalam menciptakan harta bersama. Terbukti bahwa kontribusi perempuan lebih besar meskipun laki-laki seharusnya sebagai pencari nafkah. Namun, hakim tidak memberi keuntungan lebih kepada laki-laki karena kontribusi faktual dari pihak istri yang lebih besar. Dengan demikian, putusan ini memenuhi prinsip-prinsip keadilan yang ditegaskan oleh teori John Rawls.

Setiap putusan hakim harus memperhatikan tiga aspek penting: keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Putusan harus adil dan memberikan kepastian hukum, namun juga harus memberikan manfaat bagi para pihak yang terlibat dan masyarakat secara luas. Namun, konsep keadilan bisa berbeda-beda bagi setiap individu. Oleh karena itu, hakim harus mempertimbangkan dengan seksama aspek-aspek hukum dalam proses pengambilan keputusan, karena kualitas suatu putusan dinilai dari substansi alasan dan pertimbangan hukum yang digunakan.

Penentuan harta bersama dalam perkawinan sangat penting untuk mengklarifikasi hak dan bagian masing-masing suami dan istri atas harta tersebut ketika perkawinan berakhir, misalnya karena perceraian. Dalam Kompilasi Hukum Islam, Pasal 97 menyatakan bahwa janda atau duda cerai hidup berhak atas seperdua dari harta bersama, kecuali ada ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Frasa "sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan" menandakan bahwa pembagian harta bersama bisa diatur dengan cara lain selain pembagian separuh, yang mungkin lebih sesuai dengan kondisi dan kesepakatan khusus yang ada di antara pasangan tersebut.[9]

Putusan No. 912/Pdt.G/2023/PA.Mr telah memperhatikan aspek keadilan. Majelis hakim mempertimbangkan asal usul harta bersama, khususnya kontribusi besar yang diberikan oleh pihak istri terhadap tanah dan bangunan tersebut. Oleh karena itu, hakim berpendapat bahwa pembagian harta bersama secara rata tidaklah adil. Meskipun secara formal tanah dan bangunan tersebut merupakan harta bersama, namun secara substansial, keduanya merupakan harta pribadi. Oleh karena itu, putusan yang menetapkan 60% untuk istri dan 40% untuk suami dinilai telah memenuhi prinsip keadilan. Sikap hakim dalam hal ini dapat dipahami secara hukum karena hakim memiliki kewenangan dan otonomi untuk melakukan penafsiran yang sesuai dengan prinsip keadilan, bahkan jika itu berarti melanggar aturan yang ada demi keadilan dan kebenaran.

Pasal 229 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa hakim harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang berlaku di masyarakat agar putusannya sesuai dengan rasa keadilan. Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa hakim memiliki kewajiban moral untuk mengikuti dan menerapkan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dalam menjatuhkan putusan. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 yang menegaskan bahwa hakim harus menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum serta rasa keadilan yang berlaku di masyarakat



[1] pasal 5 ayat 1 undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

[2] Sudikno Mertokusumo, “Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Keempat”, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1993, 164.

 

[4] Aisyah, Sudirman, Hidayah; Analisis Putusan Hakim tentang Percampuran Harta Bawaan dan Harta Bersama, Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial, dan Sains, 109-110.

 

[5] Aisyah, Sudirman, Hidayah; Analisis Putusan Hakim tentang Percampuran Harta Bawaan dan Harta Bersama, Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial, dan Sains, 110.

[6] Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

[7] Pasal 27 SEMA No 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.

[8] Aisyah, Sudirman, Hidayah; Analisis Putusan Hakim tentang Percampuran Harta Bawaan dan Harta Bersama, Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial, dan Sains, 113.

 

Posting Komentar untuk "Harta Bersama Akibat Perceraian Bagi Istri Pekerja ditinjau dari Teori Keadilan John Rawls"