Harta Bersama Akibat Perceraian Bagi Istri Pekerja ditinjau dari Teori Keadilan John Rawls
Sembalun-(KUA) Hakim dalam Mengambil Keputusan Terkait Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian Bagi Istri Pekerja ditinjau dari Teori Keadilan John Rawls. Semua lembaga peradilan yang ada di Negara ini, harus menerapkan konsep keadilan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku yaitu ketentuan pasal 5 ayat 1 undang-undang Nomor 48 tahun 2009 mengenai kekuasaan kehakiman.[1] Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa seorang Hakim dan Hakim Konstitusi diharuskan untuk menggali, mengikuti, memahami nilai-nilai hukum, dan juga rasa keadilan yang ada pada masyarakat.
Dalam
menjatuhkan suatu putusan, seorang Hakim diharuskan untuk memberikan keadilan
yang sesuai dengan apa yang telah para pihak berikan dalam proses persidangan.
Apabila dalam persidangan tersebut pihak penggugat dapat membuktikan
gugatannya, maka Hakim berhak mengabulkan gugatan tersebut, dan sebaliknya
apabila gugatan tersebut tidak dapat dibuktikan dan tergugat dapat membuktikan
bantahannya, maka Hakim berhak menolak gugatan yang diajukan oleh penggugat.
Pada dasarnya, bentuk keadilan yang harus diberikan oleh seorang Hakim dalam menjatuhkan suatu putusan adalah keadilan yang sesuai atau proporsioal. Bagi seorang Hakim dalam menjatuhkan putusan suatu perkara terutama yang dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan hukum hanya sebuah alat, sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya. Fakta ditemukan dari pembuktian suatu peristiwa dengan mendengarkan keterangan para saksi dan para ahli. Oleh karenanya, untuk bisa menemukan suatu fakta dan mengetahui peristiwa yang sebenarnya, maka dapat diketahui dari pernyataan yang diutarakan oleh Penggugat-Pembanding dan Tergugat-Terbanding di persidangan.
Dalam
putusan Hakim Nomor 912/Pdt.G/2023/PA.Mr tersebut hakim memutuskan bahwa:
·
Menetapkan
secara hukum bagian atas harta bersama Penggugat dan Tergugat
sebagaimana petitum angka 2 (dua), Penggugat mendapat bagian sebesar 40 %
dan Tergugat mendapat bagian
sebesar 60 % dari seluruh obyek harta bersama
Alasan atau
pertimbangan hakim bahwa Pasal 80 ayat 2 dan ayat 4 huruf (a) Kompilsi Hukum
Islam menegaskan bahwa suami (Penggugat) wajib menanggung nafkah, kiswah dan
tempat kediaman bagi istri (Tergugat), sedangkan seorang istri bekerja dalam
rumah tangga sifatnya hanya meringankan beban suami, bukan sebagai tulang
punggung untuk memenuhi kelangsungan hidup berumah tangga, karenanya objek
sengketa yang diperoleh selama perkawinan Penggugat dengan Tergugat selama ini
lebih dominan kontribusi penghasilan
dari Tergugat dan bantuan dari orang tua tergugat dan khususnya motor
Honda beat yang dibeli tahun 2013 ada kontribusi dari anaknya bernama Rahayu
dengan demikian tidak sepantasnya harta yang didapat selama perkawinan dibagi
sama rata antara Penggugat dengan Tergugat;
Majelis
juga mempertimbangkan bahwa pembagian harta bersama secara adil, yaitu separuh
bagi suami dan separuh bagi istri, sesuai dengan prinsip keadilan. Penggugat
dan Tergugat, sebagai pasangan suami istri, dipandang sebagai mitra yang saling
melengkapi. Kedua belah pihak berkontribusi dalam memelihara kesatuan dan
kelangsungan hidup keluarga, dan
tergugat dalam jawaban atas gugatan Penggugat
menyampaikan jawaban setelah
perceraian Penggugat tidak pernah lagi datang kepada Tergugat, bahkan yang
sangat disesalkan adalah Penggugat membiarkan dan menelantarkan (tidak pernah
menafkahi, dan tidak pernah memberi biaya kesehatan dan biaya pendidikan)
kepada anaknya yang masih di bawah umur yang saat ini dalam asuhan Tergugat,
sehingga Tergugatlah yang selama ini berjuang untuk kehidupan anak-anak antara
Penggugat dan Tergugat “, dimana jawaban tersebut tidak dibantah oleh Penggugat
dalam repliknya.
John Rawls
dalam teorinya tentang keadilan mengemukakan beberapa poin penting yang harus dipertimbangkan
agar setiap individu dapat mencapai keadilan. Salah satu cara untuk mencapai
keadilan adalah dengan memperhatikan posisi asal atau posisi original. Posisi
asal merujuk pada situasi atau posisi awal yang sama bagi semua anggota
masyarakat, di mana tidak ada perbedaan yang memberikan keunggulan atau
kerugian tertentu kepada individu tertentu. Dalam posisi asal, individu dapat
mencapai kesepakatan secara adil dengan individu lainnya, dengan
mempertimbangkan rasionalitas, kebebasan, dan kesetaraan sebagai prinsip dasar
yang mengatur struktur masyarakat.
Dengan menerapkan posisi asali, akan terwujud konsep keadilan yang dikenal sebagai "justice as fairness". Justice as fairness adalah gagasan bahwa keadilan mengharuskan distribusi nilai-nilai sosial dalam masyarakat secara adil, sehingga memberikan keuntungan bagi semua individu dan didasarkan pada kesepakatan yang dihasilkan dari musyawarah di antara mereka.
Dalam teori
keadilan John Rawls, ada konsep yang dikenal sebagai "selubung
ketidaktahuan" (veil of ignorance). Selubung ketidaktahuan
menggambarkan kondisi di mana individu-individu berada dalam keadaan tidak
mengetahui posisi, kekayaan, atau atribut pribadi mereka sendiri atau orang
lain. Dalam kondisi ini, setiap orang bersifat netral dan tidak memihak karena
tidak mengetahui bagaimana keadaan tersebut akan memengaruhi mereka secara
pribadi. Dengan demikian, keadilan dapat dicapai dengan cara mengabaikan perbedaan-perbedaan
yang tidak adil atau priviledge yang dimiliki individu tertentu, dan memastikan
bahwa kebijakan atau aturan yang diterapkan menguntungkan semua orang secara
adil.
Dalam teori
keadilan John Rawls, terdapat prinsip-prinsip yang menjadi dasar untuk mencapai
keadilan yang ideal. Prinsip-prinsip tersebut termasuk prinsip kebebasan yang
sama, prinsip perbedaan, dan prinsip persamaan atas kesempatan. Prinsip
kebebasan yang sama menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak yang sama
terhadap kebebasan politik dasar. Prinsip perbedaan menekankan bahwa
ketidaksetaraan dalam masyarakat harus diatur untuk menguntungkan yang paling
tidak beruntung. Sementara itu, prinsip persamaan atas kesempatan menegaskan
bahwa setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama untuk maju dalam
kehidupan.
Dalam
menerapkan prinsip-prinsip ini, Rawls menekankan prioritas tertentu. Prinsip
kebebasan yang sama harus didahulukan sebelum prinsip perbedaan dan prinsip
persamaan atas kesempatan. Selanjutnya, prinsip persamaan atas kesempatan harus
diterapkan sebelum prinsip perbedaan. Dengan pendekatan ini, Rawls berusaha
menciptakan struktur masyarakat yang adil dan setara bagi semua individu.
Berdasarkan
pengamatan dari penulis terhadap teori keadilan John Rawls yang digunakan untuk
menganalisis putusan Nomor 912/Pdt.G/2023/PA.Mr ditemukan 3 poin penting,
yaitu:
1)
Posisi Asali
dan Justice As Fairness
` Dalam posisi asali, setiap individu ditempatkan pada tingkat yang sama, tanpa memperhitungkan perbedaan status, kasta, atau ras. Meskipun situasi seseorang dapat berubah, prinsip ini menjamin bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama. Dalam teori keadilan, John Rawls menegaskan bahwa semua individu diperlakukan dengan persamaan, tanpa ada yang dianggap lebih unggul atau lebih rendah dalam struktur masyarakat.
Dari fakta yang terungkap dalam putusan tersebut, terlihat bahwa majelis hakim
tidak membuat perbedaan antara jenis kelamin dalam penentuan keputusan.
Penentuan tidak didasarkan semata-mata pada anggapan bahwa suami adalah kepala
rumah tangga, tetapi dipertimbangkan sejauh mana kontribusi setiap individu
dalam menciptakan harta bersama. Bukti yang muncul dalam putusan menunjukkan
bahwa kontribusi dan kepemilikan perempuan lebih signifikan daripada laki-laki,
meskipun secara tradisional diharapkan bahwa laki-laki yang bertanggung jawab
atas pencarian nafkah. Namun, hakim tidak memberikan keputusan yang
menguntungkan laki-laki secara lebih besar, karena pada kenyataannya, tanah,
bangunan, dan aset-aset tersebut memiliki kontribusi lebih besar dari pihak istri.
Dengan
menerapkan posisi asali secara benar, konsep keadilan sebagai fairness akan
terwujud. Keadilan sebagai fairness ini mengarahkan individu untuk
mendistribusikan nilai-nilai sosial secara adil. Distribusi yang adil ini akan
memberikan keuntungan bagi semua individu, karena didasarkan pada kesepakatan
yang dilakukan oleh masyarakat secara keseluruhan.
Bagi seorang
hakim yang memiliki tingkat keadilan yang tinggi, hal ini akan menjadi penentu
apakah putusannya dapat menerapkan keadilan dengan baik atau tidak. Semakin
tinggi tingkat kepekaan terhadap distribusi keadilan, semakin besar pula peran
sosial dalam menciptakan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat.
2)
Prinsip
Kebebasan yang Sama dan Prinsip Persamaan Kesempatan
Semua
individu memiliki hak yang sama terhadap kebebasan dasar, dan kebebasan
tersebut harus sesuai dengan kebebasan individu lainnya.[5kebebasan yang sebesar-besarnya mencakup beberapa hal di antaranya yaitu:
Berdasarkan
Pasal 1 (1) Undang-Undang No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Bantuan Hukum
merujuk pada jasa hukum yang disediakan secara cuma-cuma oleh Pemberi Bantuan
Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum, di sisi lain,
merupakan individu atau kelompok individu yang tergolong miskin dan tidak mampu
memenuhi hak dasarnya dengan layak dan mandiri, serta mengalami masalah hukum.[6]
Sedangkan Menurut SEMA No 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan
Hukum, penerima bantuan hukum yang berhak mendapatkan layanan dari Pos Bantuan
Hukum adalah individu yang tidak mampu membayar jasa seorang pengacara,
terutama perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas, sebagaimana yang
diatur dalam perundang-undangan yang berlaku (Pasal 27). Bantuan hukum ini
mencakup berbagai tindakan, termasuk menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili,
membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lainnya kepentingan hukum dari
penerima bantuan hukum tersebut untuk :
a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan
akses keadilan;
b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga Negara sesuai dengan prinsip
persamaan kedudukan di dalam hokum;
c. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara
merata di seluruh wilayah Negara Indonesia;
d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisisen, dan dapat
dipertanggungjawabkan.[7]
Menurut
Ketentuan Pasal 6 ayat 1 huruf c SK KMA-RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 Sebagai
Berikut:
a. Berhak memperoleh Bantuan Hukum dan Berhak memilih penasehat hukumnya
sendiri Masing-masing pihak memilih pengacaranya masing-masing
b. Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya pada awal pemeriksaan.
Pihak tergugat mengetahui apa saja yang disangkakanya kepadanya.
c. Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya dalam bahasa yang
dimengerti olehnya.
d. Berhak memilih penasehat hukumnya sendiri.
e. Berhak segera menerima atau menolak putusan.
f.
Mengajukan
alat-alat bukti; Para pihak keduanya diberi kesempatan yang sama oleh hakim
untuk mengajukan alat bukti. Alat bukti yang dibawa oleh penggugat adalah
Surat-surat: 1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk an. Penggugat, yang dikeluarkan
oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Mojokerto, tanggal
06-11-2012, telah dinazegelen dan telah dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua
Majelis diberi tanda P.1 ; 2. Fotokopi Akta Cerai an. XXX dengan Istuningati
binti Saman Nomor : 1561/AC/2022/PA.Mr, yang dikeluarkan oleh Panitera
Pengadilan Agama Mojokerto, tanggal 18-07-2022, telah dinazegelen dan telah
dicocokkan dengan aslinya, lalu oleh Ketua Majelis diberi tanda P.2 ; 3.
Fotokopi Surat Keterangan Nomor : 473/265/416-312.15/2023, yang dikeluarkan oleh
Kepala Desa Bicak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto, tanggal 12 April
2023, telah dinazegelen dan telah dicocokkan dan sesuai dengan aslinya, lalu
oleh Ketua Majelis diberi tanda P-3; Bahwa semua alat bukti tertulis tersebut
di atas telah dicocokkan dengan aslinya, dan telah bernazegel, oleh karenanya
dapat dijadikan alat bukti dipersidangan ; Bahwa terkait dengan bukti Penggugat
dan Tergugat mempunyai harta bersama berupa 2 unit sepeda motor merek Honda
beat semua bukti kepemilikannya dipegang dan dikuasai oleh tergugat baik STNK
dan BPKB nya, Bahwa untuk menguatkan dalil bantahannya dalam gugatan
Rekonvensi, Penggugat telah mengajukan bukti berupa : 1. Fotokopi Kartu Tanda
Penduduk an. Tergugat, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Mojokerto, tanggal 06-11-2012, telah dinazegelen dan telah
dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis diberi tanda T.1 ; 2. Fotokopi
Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor No. 2408019/JT/2010, atas nama XXX yang
dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur,
telah dinazegelen dan telah dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis
diberi tanda T.2 ; 3. Fotokopi Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor No.
H-09042791, yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Daerah Jawa Timur, telah dinazegelen dan telah dicocokkan dengan aslinya, oleh
Ketua Majelis diberi tanda T.3 ; 4. Fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor No. 21134013/JT, atas nama XXX yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur, telah dinazegelen dan telah
dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis diberi tanda T.4 ; 5. Foto Bukti
Pemilikan Kendaraan Bermotor No. J-01359498, yang dikeluarkan oleh Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur, telah dinazegelen dan
telah dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis diberi tanda T.5; 6.
Buktikopi Ijazah Sekolah Menengah Atas atas nama XXX, yang dikeluarkan oleh
Kepala Sekolah PGRI – 1 Kota Mojokerto , tanggal 26 Mei 2012 dan telah
dicocokkan dengan aslinya, oleh Ketua Majelis diberi tanda T.6; Bahwa semua
alat bukti tertulis tersebut di atas telah dicocokkan dengan aslinya dan telah
bernazegelen, oleh karenanya dapat dijadikan alat bukti dipersidangan.
g. Pihak yang terlibat dalam persidangan memiliki hak untuk mengajukan saksi
atau saksi ahli yang dapat memberikan kesaksian yang menguntungkan bagi mereka.
Baik penggugat maupun tergugat diberi kesempatan yang sama oleh hakim untuk
menghadirkan saksi. Dalam kasus ini, penggugat membawa dua orang saksi,
sementara tergugat membawa satu orang saksi. Hal ini mencerminkan prinsip
kesetaraan dalam memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk membawa
bukti atau kesaksian yang mendukung argumen mereka di persidangan.
Prinsip
persamaan makna mengatakan bahwa semua orang dengan keterampilan, kompetensi,
dan motivasi yang sama harus memiliki kesempatan yang sama pula. Ini berarti
bahwa semua jabatan atau posisi harus tersedia untuk semua golongan, asalkan
kesempatan tersebut diberikan secara adil bagi semua golongan masyarakat.
Prinsip ini menegaskan bahwa tidak boleh ada diskriminasi atau pembatasan
berdasarkan faktor seperti jenis kelamin, etnisitas, atau latar belakang sosial
ekonomi dalam penawaran kesempatan.
a.
Berhak
memberikan keterangan secara bebas dihadapan hakim.
b.
Berhak
perkaranya segera dimajukan ke pengadilan dan Berhak segera diadili oleh
Pengadilan. Pada putusan ini, penggugat mengajukan perkara 03 April 2023 dan
diputus pada 23 Juni 2023.
c.
Berhak memberikan
keterangan dihadapan hakim. Para pihak menyampaikan dalil masing-masing bahkan
tergugat dapat melakukan gugatan balik terhadap penggugat.
3)
Prinsip
Perbedaan
Prinsip
perbedaan dalam konteks ini merujuk pada perbedaan sosial dan ekonomi, atau
ketidaksamaan dalam akses seseorang terhadap elemen-elemen kesejahteraan dasar,
pendapatan, dan otoritas. Prinsip ini mengamanatkan bahwa regulasi harus diatur
sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang
kurang beruntung atau memiliki peluang yang lebih kecil untuk mencapai
kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas yang sama seperti orang lain.[8]
Perbedaan
pandangan sosial antara laki-laki dan perempuan tidak boleh menjadi hambatan
bagi seseorang dalam mencapai keadilan. Individu yang dianggap kurang
beruntung, seperti perempuan, harus mendapatkan perlakuan yang adil dalam
pembagian harta. Keterbatasan kekuasaan yang dialami oleh perempuan,
sebagaimana yang mungkin juga dialami oleh laki-laki, harus menjadi
pertimbangan. Dalam kasus ini, pihak Penggugat, menurut pengakuan dari
Tergugat, diabaikan dalam kewajiban terhadap anak-anak mereka. Hal ini menunjukkan
bahwa Tergugat mungkin merasa memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada
Penggugat.
Keputusan
hakim menolak petitum penggugat rekonvensi untuk pembagian harta bersama secara
setengah bagi setengah, dan sebaliknya menetapkan pembagian harta bersama
masing-masing, menunjukkan kesadaran atas kesetaraan gender. Dalam pembagian
tersebut, hakim memberikan 40% bagi penggugat rekonvensi dan 60% bagi tergugat
rekonvensi. Hal ini mengindikasikan bahwa hakim mempertimbangkan kontribusi dan
hak setiap pihak secara adil, tanpa memandang gender.
Putusan hakim
terkait pembagian harta bersama sesuai dengan teori keadilan, merujuk pada
empat poin penting dalam teori John Rawls, terutama posisi asali yang
menghasilkan justice as fairness. Dalam putusan ini, hakim tidak membedakan
antara laki-laki dan perempuan, melainkan mempertimbangkan kontribusi
masing-masing dalam menciptakan harta bersama. Terbukti bahwa kontribusi
perempuan lebih besar meskipun laki-laki seharusnya sebagai pencari nafkah.
Namun, hakim tidak memberi keuntungan lebih kepada laki-laki karena kontribusi
faktual dari pihak istri yang lebih besar. Dengan demikian, putusan ini
memenuhi prinsip-prinsip keadilan yang ditegaskan oleh teori John Rawls.
Setiap
putusan hakim harus memperhatikan tiga aspek penting: keadilan, kepastian
hukum, dan kemanfaatan. Putusan harus adil dan memberikan kepastian hukum,
namun juga harus memberikan manfaat bagi para pihak yang terlibat dan
masyarakat secara luas. Namun, konsep keadilan bisa berbeda-beda bagi setiap
individu. Oleh karena itu, hakim harus mempertimbangkan dengan seksama
aspek-aspek hukum dalam proses pengambilan keputusan, karena kualitas suatu
putusan dinilai dari substansi alasan dan pertimbangan hukum yang digunakan.
Penentuan
harta bersama dalam perkawinan sangat penting untuk mengklarifikasi hak dan
bagian masing-masing suami dan istri atas harta tersebut ketika perkawinan
berakhir, misalnya karena perceraian. Dalam Kompilasi Hukum Islam, Pasal 97
menyatakan bahwa janda atau duda cerai hidup berhak atas seperdua dari harta
bersama, kecuali ada ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Frasa
"sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan"
menandakan bahwa pembagian harta bersama bisa diatur dengan cara lain selain
pembagian separuh, yang mungkin lebih sesuai dengan kondisi dan kesepakatan
khusus yang ada di antara pasangan tersebut.[9]
Putusan No.
912/Pdt.G/2023/PA.Mr telah memperhatikan aspek keadilan. Majelis hakim
mempertimbangkan asal usul harta bersama, khususnya kontribusi besar yang
diberikan oleh pihak istri terhadap tanah dan bangunan tersebut. Oleh karena
itu, hakim berpendapat bahwa pembagian harta bersama secara rata tidaklah adil.
Meskipun secara formal tanah dan bangunan tersebut merupakan harta bersama,
namun secara substansial, keduanya merupakan harta pribadi. Oleh karena itu,
putusan yang menetapkan 60% untuk istri dan 40% untuk suami dinilai telah
memenuhi prinsip keadilan. Sikap hakim dalam hal ini dapat dipahami secara
hukum karena hakim memiliki kewenangan dan otonomi untuk melakukan penafsiran
yang sesuai dengan prinsip keadilan, bahkan jika itu berarti melanggar aturan
yang ada demi keadilan dan kebenaran.
Pasal 229
Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa hakim harus memperhatikan dengan
sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang berlaku di masyarakat agar putusannya
sesuai dengan rasa keadilan. Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa hakim memiliki
kewajiban moral untuk mengikuti dan menerapkan nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat dalam menjatuhkan putusan. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal
28 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 yang menegaskan bahwa hakim harus
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum serta rasa keadilan yang
berlaku di masyarakat
[1] pasal 5 ayat 1 undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
[2] Sudikno Mertokusumo, “Hukum Acara
Perdata Indonesia Edisi Keempat”, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1993, 164.
[3] Aisyah, Sudirman, Hidayah; Analisis Putusan Hakim tentang
Percampuran Harta Bawaan dan Harta Bersama, Jurnal Intelektualita:
Keislaman, Sosial, dan Sains, Vol. 11, 1 (Juni 2022): 109.file:///C:/Users/IQBAL/Downloads/padjrindha,+Journal+editor,+14.+Aisyah.pdf
[4]
Aisyah, Sudirman, Hidayah; Analisis Putusan Hakim tentang Percampuran Harta
Bawaan dan Harta Bersama, Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial, dan
Sains, 109-110.
[5]
Aisyah, Sudirman, Hidayah; Analisis Putusan Hakim tentang Percampuran Harta
Bawaan dan Harta Bersama, Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial, dan
Sains, 110.
[6]
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
[7]
Pasal 27 SEMA No 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.
[8]
Aisyah, Sudirman, Hidayah; Analisis Putusan Hakim tentang Percampuran Harta
Bawaan dan Harta Bersama, Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial, dan
Sains, 113.
Posting Komentar untuk "Harta Bersama Akibat Perceraian Bagi Istri Pekerja ditinjau dari Teori Keadilan John Rawls"