Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Selamat Datang di Blog KUA Kec Sembalun, Nikah di KUA GRATIS, di luar KUA membayar Rp 600.000,-, disetorkan langsung ke Bank Menggunakan Kode Billing PNBP NR, Zona Integritas KUA, tolak Gratifikasi, Korupsi dan Pungli, Laporkan jika terbukti !

Part I || Hukum dan Pensyariatan Mahar Nikah

 


Pengertian Mahar


Secara bahasa, kata mahar berasal dari bahasa Arab al-mahru (المهر), yang bermakna pemberian untuk seorang wanita karena suatu akad. Hanya saja dalam fiqih, istilah mahar memiliki makna dengan fungsi yang lebih luas dari sekedar pemberian yang disebabkan adanya akad nikah. Di mana, setiap pemberian yang menjadi sebab atau akibat terjadinya hubungan seksual disebut dengan mahar. Apakah hubungan seksual itu berdasarkan akad nikah yang halal, ataupun karena sebab zina.

Imam al-Khathib asy-Syirbini dalam Mughni al-Muhtaj, mendefinisikan mahar dengan makna tersebut sebagaimana berikut:

مَا وَجَبَ بِنِكَاحٍ أَوْ وَطْءٍ أَوْ تَفْوِيتِ بُضْعٍ قَهْرًا.

Harta yang wajib diserahkan karena sebab nikah, hubungan seksual, atau hilangnya keperawanan.

Adapun dasar penamaan mahar untuk setiap pemberian yang dilakukan atas setiap sebab akibat dari hubungan seksual yang halal maupun yang haram adalah hadits-hadits berikut:

عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا -، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا المَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا، فَإِنْ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ» (رواه الترمذي)

Dari Aisyah - radhiyallahu ‘anha -, bahwa Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam - bersabda: “Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal. Jika dia telah digauli maka dia berhak mendapatkan mahar, karena suami telah menghalalkan kemaluannya. Jika terjadi pertengkaran di antara mereka, maka penguasalah yang menjadi wali atas orang yang tidak punya wali.” (HR. Tirmizi)

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأَنْصَارِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الكَلْبِ، وَمَهْرِ البَغِيِّ، وَحُلْوَانِ الكَاهِنِ» (متفق عليه)

Dari Abu Mas’ud al-Anshari - radhiyallahu ‘anhu -: bahwa Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam - melarang hasil jual beli anjing, mahar zina dan upah perdukunan. (HR. Bukhari Muslim)

Di samping itu, imam Ibnu Qudamah dalam al-Mughni menyebutkan 9 istilah dalam bahasa Arab yang memiliki makna sebagai pemberian karena akad nikah ini, yaitu: (1) mahar, (2) shodaq, (3) shadaqoh, (4) nihlah, (5) faridhah, (6) ajr, (7) ‘ala’iq, (8) ‘uqr, dan (9) hiba’

Sedangkan dalam bahasa Indonesia, istilah mahar ini juga disebut dengan mas kawin. Dalam KBBI disebutkan bahwa definisi dari maskawin adalah pemberian pihak pengantin laki-laki (misalnya emas, barang kitab suci) kepada pengantin perempuan pada waktu akad nikah; dapat diberikan secara kontan ataupun secara utang.

Hukum dan Pensyariatan Mahar Nikah


Para ulama sepakat bahwa pemberian mahar oleh suami dalam akad pernikahan merupakan suatu hal yang diwajibkan. Di mana pemberian mahar ini merupakan salah satu hak di antara hak-hak istri atas suami. Hal ini sebagaimana didasarkan kepada ayat al-Qur’an berikut ini:

وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا (النساء: 4)

Berikanlah mahar/maskawin kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 4)

Dalam ayat di atas, secara tegas Allah mengatakan bahwa mahar itu merupakan hak milik sang istri, bukan milik suami atau walinya. Hal ini karena sebelum ayat ini diturunkan, apabila ada seorang ayah menikahkan anak perempuannya, atau kakak laki-laki menikahkan adik perempuannya, maka mahar dari pernikahan tersebut diambil dan dimiliki oleh sang ayah atau kakak laki-laki tersebut, bukan oleh si perempuan yang dinikahi. Lalu Allah melarang hal tersebut dan menurunkan ayat di atas.

 

Posting Komentar untuk "Part I || Hukum dan Pensyariatan Mahar Nikah"