PART II || HUKUM DAN PENSYARI'ATAN MAHAR NIKAH
Ia
memiliki rukun dan syarat. Tetapi ada satu hal mesti ada dalam prosesi akad
perkawinan yang posisinya menjadi perdebatan antara rukun, syarat, atau wajib,
yakni mahar. Sedangkan mahar adalah pemberian calon mempelai pria kepada calon
mempelai wanita sebagai lambang kesungguhan calon suami terhadap calon
isterinya, mencerminkan rasa kasih sayang, sekaligus membuktikan kesanggupan
berkorban demi kesejahteraan rumah tangga mereka. Karena mahar memegang peranan
ya ng signifikan dalam suatu perkawinan, maka ia harus dipersiapkan sebelum
perkawinan berlangsung.
1. Mahar: Tidak
Wajib Disebutkan Saat Akad
Di samping itu para ulama juga sepakat bahwa
pemberian mahar bukanlah bagian dari ritual akad nikah yang menjadi rukun
sahnya nikah. Dalam arti, jika akad nikah dilakukan tanpa adanya penyebutan
mahar, maka nikah tersebut tetap terhitung sah.
Hal ini didasarkan
kepada ayat berikut:
لا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إنْ طَلَّقْتُمْ
النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً (البقرة:
236)
Tidak ada
kewajiban membayar atas kamu, jika kamu
menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum
kamu menentukan maharnya. (QS. Al-Baqarah : 236)
Dalam al-Mausu’ah
al-Fiqhiyyyah al-Kuwaitiyyah dijelaskan kesepakatan ini:
يَجُوزُ إِخْلاَءُ النِّكَاحِ عَنْ تَسْمِيَتِهِ
بِاتِّفَاقِ الْفُقَهَاءِ.
Boleh pernikahan dilakukan tanpa adanya
penyebutan mahar menurut kesepakatan ulama.
Para ulama menjelaskan
bahwa pertimbangan kenapa mahar tidak termasuk rukun nikah adalah karena tujuan
asasi dari sebuah pernikahan bukanlah jual-beli. Tujuan pernikahan itu adalah
melakukan ikatan pernikahan dan juga kehalalan istimta' (hubungan
seksual). Sehingga mahar hanya salah satu kewajiban suami, sebagaimana nafkah,
yang tidak perlu disebutkan pada saat akad.
Imam an-Nawawi - rahimahullah
– (w. 676 H) berkata dalam kitabnya, Raudhah ath-Thalibin wa ’Umdah
al-Muftin:
قَالَ الأَصْحَابُ: لَيْسَ الْمَهْرُ رُكْنًا فِي
النِّكَاحِ بِخِلافِ الْمَبِيعِ وَالثَّمَنِ فِي الْبَيْعِ.
Al-Ashhab (ulama
Syafi’iyyah) berkata: Mahar itu bukan rukun dalam nikah, berbeda dengan barang
yang diperjual-belikan dan uang dalam jual-beli.
2. Sahkah Pernikahan Yang Tidak Ada
Maharnya?
Hanya saja, para ulama kemudian berbeda
pendapat, terkait sahnya pernikahan jika mahar ditiadakan dalam sebuah
pernikahan. Dalam arti, apakah pernikahan yang tidak ada pemberian mahar oleh
suami terhitung pernikahan yang sah atau tidak?
Dalam masalah ini, maka perlu dirinci terlebih
dahulu, terkait alasan tidak ditunaikannya kewajiban mahar dalam pernikahan.
Yang setidaknya dalam dua masalah. Pertama: ketiadaan mahar sebagai
syarat pernikahan. Kedua: Kerelaan istri untuk tidak menerima mahar.
a. Ketiadaan Mahar Sebagai Syarat
Pernikahan
Masalah pertama adalah bahwa ketiadaan mahar ini
merupakan syarat yang diajukan oleh pihak suami untuk diteruskannya pernikahan.
Dalam kasus ini, para ulama berbeda pendapat apakah akad nikah tetap dinilai
sah atau tidak?
Mazhab Pertama: Nikah
tetap sah.
Mayoritas ulama (Hanafi, Syafi’i dan Hanbali)
berpendapat bahwa pernikahan tanpa mahar yang disyaratkan tetaplah sah. Sebab
mahar bukanlah rukun nikah. Namun, suami yang tidak memberikan maharnya tetap
terhitung berdosa karena mahar merupakan hak istri yang wajib ditunaikan oleh
suami.
Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi (w. 620 H) berkata
dalam kitabnya, al-Muqni’:
أن يشترط أنه لا مهر لها ولا نفقة ... فالشرط
باطل ويصح النكاح.
Suami mensyaratkan tidak adanya mahar dan
nafkah … maka syaratnya batil dan akad nikahnya tetap sah.
Mazhab Kedua:
Nikah batal.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa mahar termasuk
rukun nikah, meskipun tidak mesti disebutkan di dalam akad. Dan atas dasar ini,
pernikahan yang disyaratkan ketiadaan mahar terhitung tidak sah.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa mahar termasuk
rukun nikah, meskipun tidak mesti disebutkan di dalam akad. Dan atas dasar ini,
pernikahan yang disyaratkan ketiadaan mahar terhitung tidak sah.
Imam ad-Dardir al-Maliki berkata dalam kitabnya,
asy-Syarh ash-Shaghir:
وَالِاتِّفَاقُ عَلَى إسْقَاطِهِ مُفْسِدٌ الْعَقْدَ.
Kesepakatan untuk tidak adanya mahar dapat
merusak akad nikah.
b. Kerelaan Istri Untuk Tidak
Menerima Mahar
Untuk masalah kedua, ketiadaan mahar bukanlah
syarat yang diajukan pihak suami, namun kerelaan dari pihak istri untuk tidak
menerima mahar. Di mana pernikahan tanpa mahar yang dilandasi kerelaan istri
ini disebut dengan istilah nikah tafwidh (نكاح
التفويض).
Dalam kasus ini, pada dasarnya para ulama
sepakat bahwa pernikahannya tetaplah sah. Namun sang suami tetap wajib
menawarkan sejumlah mahar, yang kemudian istri bisa merelakannya untuk sang
suami. Hal ini didasarkan kepada ayat al-Qur’an berikut ini:
... وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ
بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (النساء: 24)
… dan tiadalah mengapa bagi
kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan
mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa’: 24)
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا (النساء:
4)
Berikanlah maskawin (mahar)
kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya. (QS. An-Nisa’: 4)
Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi - rahimahullah - berkata dalam kitabnya, al-Mughni Syarah Mukhtashar al-Khiraqi:
إِذَا عَفَتْ الْمَرْأَةُ عَنْ صَدَاقِهَا
الَّذِي لَهَا عَلَى زَوْجِهَا أَوْ عَنْ بَعْضِهِ أَوْ وَهَبَتْهُ لَهُ بَعْدَ
قَبْضِهِ، وَهِيَ جَائِزَةُ الْأَمْرِ فِي مَالِهَا جَازَ ذَلِكَ وَصَحَّ. وَلَا
نَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا.
Jika sang istri merelakan maharnya untuk
sang suami, atau sebagiannya, atau menghibahkan kepadanya setalah ia miliki,
maka hal itu boleh saja sebagaimana ia memberikan hartanya. Di mana
pernikahannya tetaplah sah. Dan kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat
dalam masalah ini.
Posting Komentar untuk "PART II || HUKUM DAN PENSYARI'ATAN MAHAR NIKAH"